Jelang Pilpres 2024, Komisi HAUB MUI Sulsel Ajak Tokoh Lintas Agama Jaga Keutuhan NKRI

TERASKATA.COM, MAKASSAR – Komisi Hubungan Antar Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia (HAUB MUI) Wilayah Sulawesi Selatan mengadakan Dialog Moderasi Beragama.

Dialog itu pertama kalinya diadakan dalam sejarah MUI Sulawesi Selatan yang mempertemukan para tokoh lintas agama di Sulawesi Selatan.


“Dialog antar umat beragama ini menjadi penggerak utama kesepahaman di antara anak bangsa agar terhindar dari perpecahan,” kata Ketua HAUB MUI Wilayah Sulawesi Selatan, Prof Dr Wahyuddin Naro M Hum, di Hotel Kenari, Kota Makassar, Selasa (29/11/2022).

Menurut Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum Perencanaan dan Keuangan UIN Alauddin Makassar itu, dari kesepahaman ini akan muncul rasa saling empati dan menghargai dan berwujud dalam kebersamaan dan persatuan.

Dia menegaskan, pemahaman moderat dalam ajaran masing-masing agama dapat menjadi jembatan bagi terjadinya pandangan agama yang terbuka (inklusif) bukan pandangan agama yang kaku (eksklusif). Menerima manusia/kemanusiaan tanpa syarat.

Apalagi saat ini, lanjut Prof Dr Wahyuddin Naro M Hum, banyak bermunculan perbedaan pandangan yang dipertontonkan di masyarakat utamanya media sosial yang dapat saja menimbulkan konflik sosial apatah lagi menghadapi tahun Politik 2024.

“Salah satu isu penting adalah munculnya politik identitas yang jika tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan pertentangan antara masyarakat dan khususnya pemeluk umat beragama,” jelasnya.

Olehnya, kata Guru Besar Pendidikan Islam itu, masalah persatuan bangsa harus terus menerus dikedepankan karena Ia bagian dari pancasila sebagai ideologi bangsa.

“Karena Indonesia ini terlahir dari bangsa, suku, agama, golongan yang dipersatukan.
Cita-cita luhur para founding father bangsa ini adalah memelihara dan mempertahankan keutuhan NKRI,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Pengurus Ikatan Alumni PMII Sulawesi Selatan itu menawarkan, dalam mengahadapi perubahan-perubahan yang terjadi di dunia, warga yang beragama haruslah memperkuat tiga kesadaran.

Ketiga kesadaran itu, lanjut Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar ini yaitu kesadaran spritual, kesadaran kemanusiaan, dan kesadaran keberagaman.

“Kesadaran di atas akan dapat mengantisipasi munculnya kelompok yang menggunakan simbol-simbol agama dengan mengabaikan nilai-nilai spritualitas sehingga dapat menimbulkan pemahaman agama yang kaku,” tandasnya.

Prof Dr Wahyuddin Naro tidak menginginkan generasi muda terjebak dalam bagian yang dapat memecah belah persatuan bangsa yang dapat menimbulkan paham paham radikalisme, fundamentalisme dan ekstrimisme.

“Pemahaman agama yang lebih menonjolkan simbol-simbol tanpa dibarengi nilai-nilai spritual bisa menyebabkan timbulnya disintegrasi bangsa,” tuturnya.

Diakhir sambutannya, Ketua Forum Kemanusiaan Lintas Agama Sulawesi Selatan ini menegaskan perjumpaan antara warga beragama bisa terjadi karena semua agama didasari pada cinta kasih, peduli, serta keragaman sebagai sebuah kehendak Tuhan.


Komentar